KABUPATEN TANGERANG, DELLIK.ID – Dalam upaya mencegah abrasi tanah daratan yang akan semakin meluas akibat hantaman gelombang dan arus laut, masyarakat pesisir utara, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, membuat patok penahan dari bambu, Senin, 6 Mei 2024.
Pantauan dellik.id di lokasi, sejumlah penggarap empang di Desa Sukawali dan Desa Keramat tengah membuat patok-patok dari bambu sebagai pembatas empang dan penahan gelombang arus air laut.
Salah satu penggarap empang di Desa Sukawali, Kecamatan Pakuhaji, Jamir (60) mengatakan, bahwa untuk mencegah pengikisan di daerah pantai yang semakin meluas, dirinya bersama warga lainnya membuat patok dari bambu sebagai upaya melindungi tanah dan batas dari hantaman gelombang air laut.
“Abrasi semakin lama semakin meluas ajah, sampe air laut nutup daratan dan batas empang garapan, makanya dibuat tanggul dari bambu,” kata Jamir saat ditemui di lokasi pembuatan tanggul penahan abrasi kepada dellik.id, Senin, 6 Mei 2024.
Jamir mengaku, sudah lebih dari 25 tahun tepatnya tahun 1995 menggarap empang seluas 26 hektare yang berada di pesisir pantai hingga saat ini. Namun, sejak terjadinya abrasi beberapa tahun belakangan ini empang garapannya tersebut kini telah rata dengan laut sehingga menyulitkannya dalam mencari batas-batas tanah.
“Dulu, (sambil menunjuk kearah sisa bangunan tua yang berada di ujung muara) itu masih daratan, tapi sekarang abrasinya sudah meluas sampe ke empang karena tidak ada tanggul,” ujarnya.
Disinggung terkait isu pemagaran lahan pesisir dilakukan oleh pengembang, pria paruh baya itu pun membantah dengan tegas. Karena diakuinya, hingga saat ini lahan tersebut masih dalam penguasaan para penggarap dan tengah dilakukan pembuatan patok batas atau dinding bambu penahan gelombang.
“Yang matok masyarakat pribadi bukan dari PT (perusahaan) atau pengembang,” tegasnya.
Baca Juga: Viral! Air Laut Meluap di Pakuhaji Tangerang, Camat Imbau Nelayan Tidak Melaut
Selain itu, dalam proses pematokan dan pembuatan dinding penahan gelombang air laut yang saat ini tengah dikerjakan, dirinya mengaku tidak keluar dari zona garapan apalagi hingga menutup muara tempat perahu-perahu nelayan berlalu-lalang.
“Intinya penggarap empang membuat patok tidak akan menimbulkan permasalahan dengan nelayan atau siapapun. Kalau dipatok kaya gini kan enak, abrasi engga akan sampe ke kampung-kampung,” ucapnya.
Ditempat yang sama, salah satu nelayan Desa Kramat, Kecamatan Pakuhaji, Casmita (35) mengungkapkan, bahwa dengan dibuatnya tanggul dan patok dari bambu oleh penggarap dirasa akan menguntungkan nelayan. Pasalnya, batas antara muara dan empang yang saat ini terkikis akan tertata ulang, bahkan diakuinya, kedepan penghasilan para nelayan akan meningkat karena kurangnya pendangkalan.
“Aktivitas nelayan sama sekali tidak terganggu, perahu-perahu seperti biasa masih melintas di jalur yang sama tidak ada gangguan apalagi larangan,” pungkasnya. (Ade Maulana)